Cerpen : 1 Kebaikan Membawa 1000 Berkah


Siang yang panas telah membuat Aku becucuran keringat. Mencari sesuap nasi sebagai tukang asongan. Pintu ke pintu bis besar Aku masuki untuk berjualan. Setiap hari ramai pengunjung di Terminal itu. Tapi tak satu pun orang mau menoleh kepadaku hanya sekedar untuk membeli permen. Disanalah Dodi seorang pria paruh baya itu kebingungan.

“ Bagaimana nasib anak istriku nanti bila Aku tak membawa uang sepeserpun untuk hari ini “

Hirup pikuk keadaan kota Jakarta, bising kendaraan yang semakin lama telah membuat keadaan Ibu kota menjadi gersang. Pekerjaan yang semakin sulit didapati sekarang, apalagi aku yang hanya mengecap pendidikan Sekolah Dasar SD hanya bisa berjualan asongan saja, belum lagi harus menghidupi dua orang anak dan satu istri. Sungguh sulit rasanya merasakan kemewahan seperti petinggi-petinggi negara yang hidup plamboyan dan menempati gedung bertingkat.

Anehnya mengapa banyak orang berbondong-bondong untuk mengadu nasib di kota yang padat ini. Hidup sebagai tukang asongan memanglah tidak mudah, terkadang Aku dan keluarga harus selalu berpuasa karena tak sepeserpun uang yang kudapati dari hasil penjual asongan.

“ Beginilah nasibku hanya bisa berjualan sebagai tukang asongan “

Suatu ketika Aku menemukan dompet tebal di pinggiran Terminal yang berwarna coklat kehitaman. Aku berniat untuk mengambil isi di dompet itu, tapi Aku berfikir dua kali untuk itu. Hari pun mulai petang, Aku mulai kebingungan dengan dompet ini, dan akhirnya aku berniat mengembalikan dompet ini kepada pemiliknya esok hari.

Secangkir teh hangat membuat Aku segar kembali. Suguhan yang di buat oleh istriku setelah Aku pulang membanting tulang seharian ini.

“ Bagaimana hasil hari ini pak, apa dagangan Bapak laris hari ini? “

“ Hari ini sepi sekali Bu, hampir takada yang ingin membeli dagangan Bapak “

“ Lantas hari ini kita makan apa Pak, belum lagi uang SPP anak-anak yang sudah menunggak 3 bulan “

“ Bapak juga bingung Bu, tapi bapak menemukan dompet ini di Terminal tadi, tapi Bapak berniat untuk mengembalikan dompet ini kepada pemiliknya “

“ Bagaimana kalau kita tidak usah mengembalikannya Pak, kita pakai saja untuk keperluan kita sehari-hari “

“ Ini bukan hak kita Bu, esok Bapak akan mengembalikan dompet ini kepada pemiliknya “

Pagi itu Pak Dodi pun tidak berjualan karena ingin mencari alamat dompet yang ia temukan sewaktu di Terminal itu.

“ Jauh sekali alamat ini sedangkan uangku tak cukup untuk memakai kendaraan mau tak mau Aku harus berjalan kaki untuk mengembalikan dompet ini “

Setelah mencari-cari alamat di dompet itu akhirnya Pak Dodi pun menemukan alamat itu. Rumah besar yang kemungkinan pemiliknya orang berada. Di depan gerbang pun berjejer petugas satpam yang bertubuh kekar itu nampak menjaga rumah itu.

“ Pak apa benar ini alamat Bapak Nurrahman? “

“ Iya, Benar ada keperluan apa Bapak mencari Pak Nurrahman? “

“ Apa Bapak Nurrahman itu ada?, Saya ingin mengembalikan dompet ini yang saya temukan sewaktu di Terminal “

“ Ohh,,, iya sebentar akan Saya panggilkan Pak Nurrahmannya “

Satpam itu langsung memasuki Rumah bertingkat itu untuk memanggilkan si pemilik dompet ini. Nampak keluar Bapak-bapak tua renta dan ber uban datang menghampiri diriku. Nampak sepi sekali keadaan di rumah ini.

“ Iya Pak silahkan masuk, ada keperluan apa mencari saya? “

“ Iya pak, saya hanya ingin mengembalikan dompet ini, apa benar ini dompet Bapak? “

“ Iya, benar sekali Pak ini milik saya sudah 3 hari saya mencari-cari nya, dimana Bapak menemukan dompet ini? “

“ Di Terminal Pak, coba cek dahulu isi dompetnya, ada yang hilang atau tidak “

“ Iya, tidak ada yang diambil semuanya utuh Pak (sambil melihat-lihat isi dompetnya) , terima kasih ya Pak sudah menemukan dompet ini “

“ Iya Pak sudah kewajiban saya mengembalikan dompet itu “

“ Apa pekerjaan Bapak? “

“ Saya hanya seorang penjual asaongan pak “

“ Apa Bapak bisa mengendarai mobil? “

“ Tidak bisa Pak “

“ Yasudah ini ada uang untuk Bapak, mungkin nilainya hanya sedikit, tapi mudah-mudahan bisa membantu Bapak membuat usaha “

“ Tidak usah Pak, saya ikhlas membantu Bapak saya tidak mengharapkan uang “

“ Tidak apa-apa Pak anggap saja ini hadiah dari saya (sambil menyodorkan uang itu) “

Akhirnya paksaan Pak Nurrahman pun Aku ambil karena Aku juga memiliki kebutuhan yang Aku perlukan saat-saat ini. Setelah perbincangan itu selesai Aku pulang dan membawa kabar gembira kepada istriku, bahwa Aku mendapatkan hadiah dari pemilik dompet itu. Ingin sekali rasanya membuat usaha warung di rumah agar tak perlu berjualan asongan lagi, agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga ku.

Beberapa hari setelah Aku mendapatkan hadiah itu Aku dan istri ku mulai membuat warung kecil-kecilan di depan rumah ku. Awal-awal membuka warung kami tak pernah sepi pengunjung, tapi setelah lama kelamaan warung kami mulai sepi pengujung, karena banyaknya warung yang orang-orang buat di dekat rumah kami. Setelah lama-kelamaan warung kami pun akhirnya bangkrut karena pendapatan yang kami dapatkan tak sesuai dengan pengeluaran kami.

Jika harus kembali lagi untuk menjadi tukang asongan rasanya tidak mungkin lagi, karena pasti sudah banyak disana yang berjualan asongan seperti Aku. Pikirnnya yang terus kebingungan

“ Bagaimana ini Bu Bapak kebingungan harus bekerja ssebagai apa? “

“ Sabar Pak, ini mungkin ujian Allah kepada keluarga kita, Besok pagi Ibu akan menawarkan diri ke rumah Bu RT untuk menjadi buruh cuci di rumahnya, sambil menunggu Bapak mencari Pekerjaan “

“ Iya Bu, Bapak akan berusaha mencari pekerjaan lagi “

Setelah berfikir-fikir akhirnya Aku berniat menjadi tukang sol sepatu. Karna modalnya yang tidak begitu banyak, dan Aku bisa melakukannya. Penghasilannya memang tidak seberapa tetapi paling tidak bisa memenuhi sedikit kebutuhan sehari-hari keluarga dan tidak bergantung kepada istriku yang bekerja sebagai buruh cuci.

Ditepi jalan itu berdiri nenek-nenek yang nampaknya sedang kebingungan. Melihat seperti itu Aku pun langsung menghampiri nenek-nenek itu.

“Nek,,, Nenek sedang kebingungan apa? “

“ Ini nak Nenek sedang mencari alamat anak Nenek, Nenek lupa jalan menuju rumahnya “

“ Boleh saya bantu nek? “

“ Tapi kan kamu sedang bekerja, nanti kamu tidak bisa mendapatkan uang jika mengantarkan Nenek “

“ Tidak apa-apa Nek, saya akan mengantarkan Nenek, masalah pekerjaan saya itu gampang Nek “

“ Yasudah kalau begitu kamu tau alamat ini nak ( sambil menunjukan secarik kertas berisikan alamat )

“ Sepertinya saya tau alamat ini Nek, ini rumah Bapak Nurrahman “

“ Iya betul nak, Nurrahman adalah anak saya, apa kamu kenal dengannya? “

“ Iya nek saya kenal dengan beliau, mari saya antarkan “

Sesampainya di depan rumah Pak Nurrahman masih sama seperti pertama kali kesini gedung yang megah bertingkat, suasana rumah yang adem ayem dan terdapat satpam yang berjaga di depan rumahnya yang mempunyai tubuh kekar. Setelah memberitahu satpam itu, akhirnya dipanggillah Pak Nurrahman tersebut untuk keluar. Pria parubaya itu pun keluar dari rumah megah yang ia singgahi. Nampak rumah itu sangat sepi sekali bahkan hanya ada pembantu, supir dan 2 orang satpam yang berada disana. Sungguh aneh sudah kedua kalinya ku datangi rumah ini tetapi tetap sepi saat pertama kali ku datangi, dimana anak dan istri Pak Nurrahman?

Setelah mengetahui bahwa Aku yang mengantarkan Ibu Pak Nurrahman yang kebingungan mencari alamatnya, Pak Nurrahman langsung berterima kasih, beliau sambil menanyakan usaha yang dulu Aku pernah ingin jalankan saat beliau memberiku hadiah saat Aku menemukan dompetnya. Aku malu setengah mati karena tak bisa mempergunakan uang itu sebaik mungkin. Aku yang berprofesi sebagai sol sepatu mau tak mau harus berkata yang sebenar-benarnya kepada Pak Nurrahman.

“ Apa Bapak bersedia meneruskan usaha saya di Perusahaan Toko Sepatu milik saya, saya lihat anda orang yang baik dan jujur, saya yakin Bapak bisa meneruskan usaha saya “

“ Tapi saya hanya orang biasa Pak, rasanya sulit untuk saya memegang Perusahaan besar yang Bapak miliki “

“ Saya tidak memandang orang dari orang berada tidaknya, tapi kebaikan dan kejujuran orang itu, dan bagi saya itu modal orang yang berwirausaha, selain bermodalkan uang. Saya sudah tua renta, suatu hari saya harus pensiun dari pakerjaan saya ini Pak, Istri saya sudah meninggal dan saya tidak memiliki anak. Memanglah tidak mudah memegang Perusahaan sebesar ini tapi jika ada kemauan dan ketekunan pasti akan bisa meegangnya, apa Bapak bersedia ?

“ Iya, saya sangat bersedia sekali Pak dengan senang hati dan saya sangat berterima kasih Bapak telah mempercayakan saya sebagai penerus Bapak “

Dengan itu Aku dan keluargaku kini hidup serba berkecukupan. Tidak lupa Saya memberikan sebagian penghasilan itu kepada anak yatim dan fakir miskin. Dan Aku sekeluarga pun pindah dari rumah yang dulu kami tinggali, dengan membeli rumah yang lebih besar. Aku juga tidak lupa untuk membagi penghasilan yang Aku dapati kepada Pak Nurrahman yang sangat baik hati itu, karena itu merupakan Perusahaan yang ia miliki jadi sebagai orang kepercayaan Aku tidak boleh serakah terhadap harta, Aku harus menjaga kepercayaan Pak Nurrahman itu sebaik mungkin.

Terdengar kabar bahwa Pak Nurrahman itu pun meninggal dan perusahaan itu akhirnya dialihkan kepada Pak Dodi.



Karya : Siti Yuliana
Smk Pgri 1 Cibinong

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Tulis Komentar Kalian

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel