Asal-Usul Kedigdayaan Amerika Serikat Dari Gerakan Progressivisme Hingga Anasir-Anasir Keterlibatan Perang Dunia 1

“Demokrasi yang hebat tidak bisa disebut hebat atau disebut demokrasi jika tidak Progresif.” —Theodore Roosevelt, 1910

DALAM catatan sejarah tidak ada yang jatuh dari langit—sesuatu selalu memiliki sebab dan proses mengapa hal-ihwal terjadi. Olehnya yang terpenting dalam sejarah bukanlah pertanyaan apa, siapa, atau kapan—melainkan bagaimana dan mengapa sejarah itu terjadi. Dalam kerangka yang demikianlah tulisan dibuat: menjawab bagaimana keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia I (1914-1918)—untuk menjawabnya, hemat penulis perlu diselidiki latar belakang Amerika Serikat di tahun-tahun sebelum dan setelah PD I, dengan pendapat penulis tahun-tahun itulah jawaban mengapa Amerika Serikat menjadi negara adidaya di kemudian hari.

Pada Mulanya Roosevelt…
Presiden McKinley (1843-1901) kembali terpilih pada Pemilu Amerika Serikat di tahun 1900. Namun sayang, tidak lama merasakan kemenangan untuk kedua kalinya, McKinley harus menghembuskan napas terakhirnya setelah ia ditembak oleh seorang pembunuh pada September 1901 di Buffalo, New York.
Theodore Roosevelt (1858-1919) yang menjadi wakil presiden, langsung mengambil-alih kursi kepresidenan yang sekaligus menjadi tonggak sejarah baru bagi kehidupan politik Amerika Serikat. Dalam catatan sejarah, itulah titik awal Amerika Serikat kemudian menjadi negara adidaya baru—yakni pendidikan gratis besar-besaran bagi rakyat, sampai kebebasan pers dan beragama yang dijaga dengan ideal. Tapi, pada masa itu, masih ada satu ‘penyakit’ yang belum hilang, yaitu pengaruh para pebisnis dalam perpolitikan tiap-tiap negara bagian sehingga tak ayal negara-negara bagian tersebut berada di dalam genggaman para politikus korup.
Sebagai reaksi atas rezim kapitalisme dan korupsi politik di abad ke-19, muncullah sebuah gerakan yang menentang kedua hal yang telah disebutkan sebelumnya. Gerakan ini lahir dari ketidakpuasan dan keinginan untuk mengadakan sebuah reformasi untuk Amerika Serikat yang lebih demokratis, berkeadilan sosial, pemerintahan yang jujur, tata niaga yang lebih efektif dan komitmen yang baru pada pelayanan masyarakat. “America, let me introduce you. Progresivism!”
Theodore Roosevelt
Awalnya ialah pada masa kepemimpinan Roosevelt setelah menggantikan McKinley. Theodore Roosevelt adalah seorang yang sangat tertarik dengan reformasi. Bersama dengan Senator Robert LaFollette, ia mencanangkan “jual-beli yang adil” untuk rakyat. Roosevelt memprakarsarai kebijakan pengawasan pemerintahan dalam undang-undang yang menentang penggabungan industri. Selain itu, ia juga melakukan pengawasan terhadap perusahaan kereta api yang menghasilkan suatu undang-undang tata niaga besar. Salah satunya adalah standar legal dan potongan harga merata bagi pengusaha pengapalan.
Reformasi yang dilakukan oleh Roosevelt berimbas pada meningkatnya kemakmuran rakyat Amerika Serikat. Roosevelt dianggap sebagai reformis sejati karena keberhasilannya dalam pelaksanaan Gerakan Progressif—sampai-sampai melewati batas partai yang berhasil mencuri hati rakyat. Efeknya, pada 1904 Roosevelt memenangi pemilu dan memimpin Amerika Serikat untuk satu kali lagi.
Setelah kemenangannya, Roosevelt kembali memberlakukan undang-undang yang mengatur tata niaga Amerika Serikat. Pada 1906, Kongres mengesahkan Undang-Undang Hepburn—peraturan ini memberikan Komisi Dagang Antarnegara (Interstate Commerce Commission) kewenangan untuk mengatur tarif, memperluas wilayah kekuasaan hukum komisi, dan memaksa perusahaan kereta api untuk melepaskan modal mereka di maskapai pelayaran dan perusahaan batu bara.
Selain di bidang tata niaga, pada tahun yang sama Kongres juga menghasilkan Undang-Undang makanan bebas pencemaran yang melarang penggunaan “obat yang dapat merusak, bahan kimia, atau pengawet.” Yang kemudian membuat pengawasan pemerintahan federal semakin ketat.
Perlindungan terhadap sumber-sumber alam negara, penghentian eksploitasi barang mentah yang merusak dan reklamasi tanah luas yang terlantar, adalah beberapa keberhasilan penting dari seorang Roosevelt. Ia telah menyerukan program terpadu dan berjangkauan luas untuk konservasi, reklamasi, dan irigasi.
Wilsan dan Taft
Setelah Roosevelt: Taft dan Wilson
Kegemilangan Roosevelt diteruskan oleh presiden terpilih berikutnya, William Howard Taft (1857-1930) yang terpilih pada pemilu 1908 dan Woodrow Wilson (1856-1924) yang terpilih pada 1912. Melihat kinerja Taft lebih dahulu—yang sebelumnya berprofesi sebagai hakim melakukan amandemen konstitusi. Hasil amandemen yang dilakukan oleh Taft adalah: 1). Amandemen ke-16 yang memberikan federal kuasa atas pajak penghasilan; 2). Amandemen ke-17 yang mengamanatkan pemilihan langsung senator oleh rakyat, menggantikan sistem senator diseleksi oleh parlemen negara bagian. Di balik kegemilangannya, Taft tak hanya mendapat pujian, akan tetapi juga rasa muak dari para kaum liberal. Hal ini disebabkan oleh penyetujuan pajak proteksi yang tinggi dan menolak masuknya negara Arizona ke dalam Serikat karena konstitusinya yang sangat Liberal.
Setelah lengsernya Taft dengan sejumlah kemajuan. Muncullah sosok Woodrow Wilson yang mengalahkan Taft pada pemilu 1912. Wilson adalah seorang Demokrat yang menjadi gubernur di negara bagian New Jersey. Wilson adalah sosok yang berpikiran maju. Hal ini dia perlihatkan dalam kepemimpinannya. Wilson melakukan revisi pajak dimana setiap ada bea masuk, maka harus diganti.
Selain itu, Wilson juga menandatangani Underwood Tariff pada 3 Oktober 1913, memberikan pengurangan bea masuk pada bahan mentah impor, makanan, kapas, barang-barang yang terbuat dari wol, besi, baja dan menghilangkan cukai lebih dari seratus jenis barang lainnya. Peraturan ini dibuat untuk mempertahankan proteksi barang sekaligus nmenurunkan biaya hidup.
Dua bulan kemudian, pada tanggal 23 Desember 1913. Wilson memberlakukan Undang-Undang Cadangan Uang Federal dimana dalam undang-undang ini terbentuklah sebuah organisasi yang membagi negara ke dalam 12 distrik, dengan Bank Cadangan Federal di setiap distrik dan diawasi oleh Dewan Cadangan Federal. Bank ini berfungsi sebagai pusat penyimpanan uang tunai cadangan dari bank-bank yang bergabung di dalam sistem ini.
Melihat berbagai praktek kecurangan dalam tata niaga, Wilson menganggap bahwa Sherman Act yang dibuat pada 1890 belum cukup efektif dalam memberikan efek jera terhadap pengusaha yang curang. Maka Woodrow Wolson bersama dengan Senator Henry de Lamar Clayton membuat Undang-Undang Antitrust Clayton pada 1914. Konstitusi ini melarang perusahaan-perusahaan menjalankan praktek-praktek yang selama ini tidak bisa dikenai sanksi secara khusus. Seperti jabatan rangkap di berbagai perusahaan, diskriminasi harga antarpembeli, penggunaan kekerasan dalam penyelesaian masalah buruh, dan dualisme saham di perusahaan yang bergerak di bidang yang sama.
Dalam bidang ketenagakerjaan, pada 1915, Wilson membuat konstitusi mengenai jaminan kehidupan dan kondisi pekerjaan yang layak bagi para pekerja di laut. Setahun kemudian pada 1916, Wilson memberlakukan Undang-Undang Federal Ganti Rugi dimana pekerja memberikan tunjangan bagi pegawai di area sipil untuk kecelakaan yang menyebabkan cacat di tempat kerja, dan Undang-Undang Adamson yang mengatur kerja delapan jam perhari untuk para pegawai kereta api.
Berlanjut beberapa tahun kemudian. Pada 1917, muncul amandemen ke-18 mengenai pelarangan minuman beralkohol (yang kemudian baru disahkan pada pertengahan Januari 1920 setelah mendapat ratifikasi dari 36 negara bagian pada tahun 1919.), dan pada 1920 muncul pula amandemen ke-19 mengenai hak memilih untuk wanita. Dengan situasi yang demikian lah, Amerika Serikat terseret dalam Perang Dunia I.


Amerika Serikat yang Terseret Dalam Perang Dunia I
Kemajuan Amerika Serikat di bidang perniagaan pada tahun 1915 sempat diguncangkan oleh pecahnya Perang Eropa yang sudah dimulai sejak tahun 1914. Faktor utamanya adalah industri Amerika Serikat yang mengirim amunisi kepada Sekutu Barat. Perang yang seharusnya tidak melibatkan Amerika Serikat, mau tidak mau harus menjerumuskan Amerika Serikat ke dalamnya.
Adalah Jerman (kekuatan utama dari Blok Sentral) yang menyeret Amerika Serikat ke dalam Perang Dunia I setelah keluarnya ultimatum bagi kapal-kapal pelayaran niaga yang berada di wilayah perairan Inggris akan dihancurkan. Hal ini menimbulkan kecaman dari Wilson selaku presiden Amerika saat itu. Bagi Wilson, Amerika Serikat adalah negara netral yang tidak akan meninggalkan hak-hak tradisionalnya yang dapat mengadakan perdagangan laut lepas. Wilson pun mengancam akan meminta pertanggungjawaban penuh kepada Jerman atas hilangnya kapal dagang dan hidup warga negara Amerika Serikat.
Apa yang dikhawatirkan Wilson ternyata menjadi kenyataan pahit. Diawali dengan tenggelamnya kapalLusitania milik Inggris pada musim semi 1915, dimana dari 1.200 jiwa, terdapat 128 orang warga Amerika Serikat di dalamnya yang turut tenggelam. Ditambah dengan penembakkan torpedo oleh kapal selam Jerman kepada kapalSussex milik Perancis setahun kemudian telah menjatuhkan beberapa korban luka lainnya yang juga berasal dari Amerika Serikat. Melihat perlakuan Jerman membuat Wilson geram. Ia mengultimatum Jerman dengan pernyataan pemutusan hubungan diplomatik jika Jerman tidak menghentikan metode kapal selamnya. Jerman tidak merasa gusar dengan ancaman Wilson. Mereka menyetujuinya.
Pada 22 Januari 1917, meletuslah Perang Kapal Selam tak terbatas. Semua dimulai ketika Jerman menenggelamkan 5  kapal Amerika di bulan April. Wilson merespon cepat. Ia meminta Kongres membuat pernyataan perang yang disusul dengan mobilisasi kekuatan militer, industri, tenaga kerja, sampai pertanian yang diatur oleh pemerintah.
Dengan bergabung ke blok sekutu, Amerika Serikat mendapatkan kemenangan besar ketika pasukan mereka di bawah pimpinan Jenderal John J. Pershing berhasil meruntuhkan jalur Hindenburg yang sangat dibanggakan Jerman pada musim panas 1918. Di balik kegemilangan Amerika Serikat, tentunya peran Wilson adalah hal yang sangat penting dimana ia melakukan perang Sekutu dengan tujuan perang yang berakhir lebih cepat.
Setelah kekalahan telaknya, pemerintah Jerman meminta kepada Presiden Wilson untuk mengadakan perundingan. Wilson pun berunding dengan Sekutu, yang akhirnya mengabulkan permintaan Jerman untuk gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918. Meski tidak langsung, dampak negatif dari PD I juga dirasakan bagi masyarakat Amerikat Serikat.
Seorang tentara AS sedang memasang bendera AS pada patung Saddam Hussein di Lapangan Baghdad Al Fardous pada tahun 2003 | Koleksi: Ramzi Haidar | APF 
Pertentangan Kebudayaan: Pemberantasan “Alkoholisme”
Setelah Perang Dunia I benar-benar usai dengan ditandai sejumlah perjanjian; dari Traktat Versailles ditandatangani 28 Juni 1919, Traktat Saint-Germain-en-laye ditandatangani 10 September, Traktat Neuilly-sur Seine ditandatangani 27 November 1919, Traktat Trianon ditandatangani 4 Juni 1920, dan Traktat Sevres ditandatangani 10 Agustus 1920—pada tahun 1920 sampai 1933, Amerika Serikat menyatakan “Perang” pada minuman beralkohol. Hal ini adalah salah satu cara dalam meredam kebudayaan modern yang bersifat Liberal dan dampak negatif dari peperangan. Kehidupan masyarakat yang dianggap “sekuler” menjadi salah satu pemicu konflik horizontal antara masyarakat urban dengan masyarakat pedesaan yang tradisional. Salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah melarang semua penjualan minuman beralkohol.
Era ini dikenal sebagai prohibition atau pelarangan. Era ini sebenarnya sudah dimulai sejak 1917, saat Senat Amerika Serikat mengusulkan amandemen ke-18 mengenai pelarangan minuman beralkohol. Sejak saat itu, semua penjualan minuman beralkohol dilarang. Amandemen dianggap bisa mengurangi dampak buruk minuman beralkohol, seperti kekerasan, kecelakaan, ataupun tindakan kriminal. Namun, pemerintah Amerika tidak menyadari sepenuhnya mengenai dampak buruk pelarangannya, seperti maraknya minuman beralkohol ilegal, penyelundupan sampai hancurnya cukai.
Pemusnaan alkohol yang dilakukan setelah Amandemen Konstitusi soal Alkoholisme pada tahun 1919. | Koleksi: KAWL ORG | 2015
Era pelarangan juga dikenal sebagai era perang antargangster, terutama di wilayah Chicago. Mereka memperebutkan pasar minuman alkohol illegal. Puncaknya adalah tragedi “St. Valentine’s Day Massacre” yang sekaligus menempatkan nama Al Capone sebagai penguasa di bawah tanah Chicago. Pada masa jayanya, Al Capone diperkirakan memiliki kekayaan sebanyak USD 100 juta yang berasal dari penyelundupan minuman keras, perjudian, dan prostitusi.
Pelarangan minuman beralkohol tidak sepenuhnya berdampak baik. Pada periode 1920-1921 saja, tingkat kriminalitas di Amerika meningkat 24%, di antaranya seperti pencurian dan perampokan (9%), pembunuhan (12%), dan dampak lain seperti maraknya minuman keras campuran atau oplosan yang mulai dijual sembunyi-sembunyi. Selain itu, pemerintah Amerika juga kehilangan pendapatan cukai legal sebesar USD 3 Miliar per tahun.
Melihat dampak ini ditambah badai resesi, era Pelarangan resmi diakhiri oleh pemerintah. Mereka mulai mencari cara mengatur peredaran minuman beralkohol. Mulai dari mengeluarkan amandemen undang-undang ke-21 yang menganulir pelarangan di amandemen ke-18 sampai menetapkan batas umur pembeli.
Gerakan Perempuan
Pada konvensi tahun 1866 yang menghasilkan amandemen ke-15 mengenai hak pilih untuk orang kulit hitam dan perempuan di bawah naungan Equal Right Association, para perempuan yang tergabung di dalamnya harus menelan pil pahit lantaran amandemen ke-15 hanya memperbolehkan laki-laki berkulit hitam untuk menggunakan hak pilih, sedangkan perempuan tidak mendapatkannya. Akan tetapi, hasil dari konvensi tersebut tidak menyurutkan keinginan mereka untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara. Pada 1890, gerakan feminis kembali bangkit pada era reformasi progresif ini melalui National American Woman Suffragists Association atas prakarsa Elizabeth Stanton dari National Woman Suffragists Association dan Lucy Stone dari America Woman Suffragists Association.
Protes gerakan perempuan perihal keikutsertaan dalam Pemilu dan kesetaraan dalam bidang politik dan ekonomi di Amerika Serikat pada 1900's | Koleksi: www.thinglink.com 
Memasukki awal abad ke-20, hak pemberian suara oleh perempuan menjadi tujuan utama dari tiap-tiap organisasi perempuan. Tak hanya sebatas hak pilih, mereka menginginkan status hukum yang sama dengan laki-laki dan membersihkan pemerintah dari politik korup yang tidak bisa diredam oleh para laki-laki di dalam pemerintahan.
Gerakan ini sempat terhenti pada Perang Dunia I yang terjadi pada 1914-1918 yang memaksa perempuan untuk sementara menghentikan kampanyenya dan diminta oleh pemerintah untuk menjadi perawat selama Perang Dunia berlangsung. Setelah perang usai, para perempuan kembali mem-blow-up partisipasi mereka dalam gerakan politik nasional.
Setelah perjuangan selama 30 tahun yang terdiri atas 25 tahun berkampanye keliling ke tiap-tiap negara bagian, 14 bulan lebih menunggu pengesahan dari parlemen, sampai masih harus menunggu selama 8 bulan untuk proses ratifikasi di tiap-tiap negara bagian, akhirnya pada 26 Agustus 1920, apa yang dicita-citakan oleh NAWSA dan para permpuan Amerika terwujud dengan keluarnya amandemen ke-19 mengenai kesetaraan hak pilih bagi perempuan.
Sebagai sebuah penutup, menilik apa yang sudah dipaparkan di atas, maka memahami bahwa Amerika Serikat sebagai negara ‘Adidaya’—sedari awal penulis tahu tentu banyak pendapat yang mempertanyakan hal tersebut—adalah sebuah hubungan timbal-balik dan keterkaitan antara kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh kekuasaan, dengan situasi sosial-politk kawasan regional, dan hal itu memiliki anasir pada situasi masyarakat itu sendiri. Hal ini mengantarkan kita kepada pendapat bahwa ‘Kedigdayaan’ Amerika Serikat terkondisikan dengan berbagai aspek sehingga hari ini kita dapat melihat ‘Amerika Serikat’ di belahan dunia—terlepas sepakat atau tidak dengan hal tersebut.

         Bukankah kita sepakat ada Amerika Serikat di Indonesia 1965, di Jerman 1989, di Rusia 1990, di Timur Tengah (Arab Spring) 2011, dan dimana-mana dan entah sampai kapan? []
Cibinong, April 2017
*Revi Alamsyah—Mahasiswa Pulang-Pergi, Cibinong-Rawamangun.
Referensi:
Sumber Buku:
Cincotta, Howard. Garis Besar Sejarah Amerika. Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia.
Krisnadi, I.G. Sejarah Amerika Serikat. 2012. Yogyakarta: Ombak
Sumber Artikel:
tirto.id/sejarah-gelap-pelarangan-alkohol-mcE  (Tirto.id) diunduh pada 3 April 2017
www.academia.edu/30748545/ANTITRUST.docx (Academia.edu) diunduh pada 3 April 2017
karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sejarah/article/view/735(um.ac.id) diunduh pada 3 April 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Tulis Komentar Kalian

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel