Cerpen : Selalu Ada Jalan Untuk Yang Selalu Berusaha


Sang surya enggan menampakkan diri. Air jatuh dengan cepatnya membasahi ibu pertiwi. Levi yang kala itu hanya bisa duduk termenung melihat rumah makan miliknya yang tak bisa melayani penikmat kuliner sebab, tak seorang pun bertandang ke rumah makannya.

Dua bulan sudah rumah makannya mengalami penurunan drastis karena mengalami pasang surutnya pemasukan. Jika seperti ini terus, usaha nya pun terancam gulung tikar.
“Sudah larut malam Pak. Apa tidak sebaiknya rumah makan ini tutup saja.? 

Lagi pula Bapak sudah terlihat sangat letih.” ucap Eren, salah seorang juru masaknya yang handal. “Iya Pak, lagi pula sudah sejak pagi rumah makan ini buka, dan hingga larut malam seperti ini tak sampai kami memasak lima belas porsi makanan.” sambar Mikasa, juru masak kedua.

“ Oh iya, silahkan kalian boleh pulang. Terima kasih karena telah bekerja hingga selarut ini. Sampai jumpa esok hari.”

***

Mentari pun kembali menyapa keesokan harinya dengan sigap Levi membuka rumah makannya yang menyediakan makanan tradisional Indonesia, penuh semangat serta berharap hari ini tak seburuk hari kemarin. Ia sangat menantikan siapakah gerangan pembeli pertama yang akan bertandang ke rumah makannya, hanya untuk sekedar duduk, berbincang hangat sembari menikmati hidangan yang disajikan oleh para pramusaji handal di rumah makan tersebut. 

Levi terus saja mencoba menyemangati para pramusaji dan pelayannya untuk bersiap-siap jika ada pembeli yang datang.
“Krincing…krincing… (bunyi lonceng yang digantung diatas pintu masuk rumah makan).” masuklah pasangan pembeli.
“Mikasa, cepat segera kau layani pembeli pertama kita. Layani mereka dengan hangat.” bisik Levi".

Mikasa pun bergegas melayani pembeli tersebut, ia mencatat dengan teliti setiap pesanan yang dipesan oleh kedua insan itu. Pramusaji dengan cekatan dan semangat nya meracik seluruh bumbu rendang yang sudah di takar sesuai resep. Hidangan lezat dengan cita rasa berkelas tinggi, disuguhkan untuk pasangan berbahagia itu.

“Ini hidangannya, selamat menikmati... "Apa ada yang ingin dipesan lagi?”

" Pembeli “ Hmm…nanti kami yang akan panggil mbak.., kalau kami ingin memesan menu yang lain lagi.” ujar pria tampan, berkulit putih itu.

Pipi Levi seketika mengembang saat melihat pembeli pertamanya mulai melayangkan sendok berisi rendang ke dalam mulutnya. Setelah tiga menit rendang itu berhasil menggoyang lidah pembeli tersebut, namun ada yang aneh dari raut wajah sepasang pembeli itu. Keduanya mengeryitkan kening dan saling bertatapan setelah mencicipi rendang yang disajikan.

“Mbak….mbak…”
“Iya Mas? Ingin pesan menu apa lagi?”
“Mbak,saya ingin bicara dengan pemilik rumah makan ini.”
“Memang ada apa Mas? Jika ada pesan yang ingin disampaikan untuk pemilik rumah makan ini, silahkan sampaikan saja melalui saya. Nanti biar saya saja yang menyampaikan langsung ke pemilik rumah makan ini.”

“Tidak Mbak! Segera hubungi atasan mbak. Saya ingin bicara langsung.”
Hari ini bahkan lebih buruk dari hari-hari sebelumnya. Selain semakin berkurangnya pembeli yang datang, ditambah kritikan pedas yang keluar langsung dari bibir pembeli. Levi yang terus saja termenung di sudut kamarnya, merenungi seluruh perkataan pembeli tadi.
***

Sepekan sudah kejadian mengiris hati itu berlalu. Levi sepertinya sudah melupakan kritikan-kritikan yang tak mengenakkan tersebut. Kini masalah baru muncul ke permukaan. Dengan apa ia bisa memberikan hasil jerih payah karyawannya? Sedangkan pemasukan dari usaha nya membuka rumah makan tidak membuahkan hasil.

“Terima kasih, karena kalian semua sudah dengan senang hati menjadi pramusaji di rumah makan saya yang sederhana ini. Sampai disini saja lah saya hanya bisa membuka rumah makan ini. Keadaannya tak memungkinkan lagi untuk bisa meneruskan usaha ini.”
“Tapi Pak, mengapa Bapak menyerah seperti ini? Apa karena kritikan pedas dari pembeli itu, lalu Bapak ingin gulung tikar?” jawab Mikasa.

“Jika rumah makan ini gulung tikar, lalu bagaimana dengan nasib kami ? Dimana kami akan bekerja dan mengabdikan diri kami kalau bukan di rumah makan ini? sampai kapan pun saya akan tetap berdiri mendampingi Bapak... Sebab, berkat Bapak lah saya bisa menghidupi keluarga.”

“Maafkan saya. Tapi benar, memang saya tak bisa melanjutkan usaha ini. Ini gaji kalian yang terakhir. Sekarang kalian boleh pergi dan doa saya selalu mengiringi agar kalian bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak dan sukses ke depannya. Saya ucapkan terima kasih.”

“Tunggu Pak! Saya tahu,siapa dalang dibalik semua ini.” sahut Mikasa.
Merah padam raut wajah Levi tersirat, setelah mendengar kesaksian dari Mikasa. Tak menyangka orang yang sangat ia percayai tega mengkhianatinya. Segala upaya ia lakukan agar tak sampai bibir ini mengeluarkan kata-kata yang akan melukai hati orang lain.

“Ini gaji anda. Sekarang juga anda boleh pergi meninggalkan tempat ini. Saya harap anda takkan mengulangi tindakan anda yang sangat merugikan orang lain.”
“Saya tak butuh gaji ini. Tugas saya sudah selesai sekarang.”
“Ya Tuhan..cukup satu orang seperti ini saja yang engkau turunkan ke dunia ini. Beri lah kesempatan untuknya agar bisa memperbaiki seluruh kesalahannya.” Gumam Annie.

***

Masih terbayang betapa sakitnya dikhianati orang yang begitu dipercayai. Teman dekat terkadang lebih berbisa daripada musuh yang sebenarnya. Berteman sekedar dan sewajarnya saja. Saling mempercayai boleh, asal tidak terlalu berlebihan. Levi mencoba melupakan,namun hati dan pikirannya tak sejalan. 

Seketika ia teringat kebaikan-kebaikan yang pernah ia dapatkan dari Eren. Kala itu Levi membutuhkan uang untuk berobat adik bungsunya yang sakit, lalu Eren memutuskan untuk memberikan setengah gajinya guna membantu pengobatan adik Levi. Saat itu lah Levi melupakan perbuatan buruknya.

***

Tercetus ide baru. Levi kini bangkit, dan ingin mengulangi semuanya dari awal. Dibalik kejadian-kejadian lalu, pasti Tuhan punya rencana yang indah.

“Annie,Mikasa..maukah kalian membantu saya?”
“Tentu saja Pak. Kami berdua akan selalu siap membantu Bapak.” 
“Iya Pak,benar apa yang dikatakan Annie.”
“Baiklah. Sekarang saya akan kembali membuka usaha rumah makan. Saya ingat bahwa kalian berdua tahu banyak mengenai makanan khas Jepang, dan Annie pun mahir memasak makanan Jepang.”
“Jadi maksud Bapak, kita akan membuka usaha rumah makan Jepang?”
“Iya, kamu benar sekali Mikasa.”

Tiga bulan sudah rumah makan Jepang ini berdiri. Hal yang menarik dari rumah makan ini adalah suasana dalam rumah makan yang dibuat sedemikian rupa mirip seperti rumah makan yang ada di Jepang. Rasanya seperti sedang hanami di negeri sakura sungguhan. Menu makanan yang tersedia pun beragam, ada miso,ramen,mochi ice cream,soba mie dan banyak lagi. Akan tetapi, dari manakah Levi mendapat uang untuk membangun rumah makan semenarik ini? Hanya dari bank lah kita bisa meminjam uang dengan nominal yang banyak. 

Dari pagi hingga larut malam rumah makan Levi tak sepi pembeli. Walau begitu, Levi masih tetap dihantui rasa gelisah. Pemasukan dari rumah makannya masih kurang untuk menutupi hutang nya di bank. Uang yang dipinjam cukup besar. Jika tidak segera dilunasi hutangnya akan terus berbunga setiap bulan.

”Bagaimana cara saya membayar seluruh hutang di bank? Apa saya harus gulung tikar lagi? Tuhan, mohon berilah jalan.” gumam Levi dalam hati.
“Pak Levi, jangan melamun terus. Jika ada masalah, Bapak bisa cerita pada saya. Saya akan bantu Bapak,semampu saya.” 

“Begini Mik, belakangan ini kita kan selalu kehabisan bahan makanan. Sedangkan pembeli terus saja berdatangan, pemasukan bahkan tak bisa mencukupi untuk membeli stok bahan makanan dua hari ke depan. Hutang saya di bank terus membengkak setiap bulannya. Saya rasa rumah makan ini pun akan bernasib sama seperti rumah makan saya sebelumnya.”

“Apa benar begitu pak? Mengapa Bapak baru ceritakan masalah ini? Tidakkah bapak mempercayai saya? Jika rumah makan ini gulung tikar, kita akan kehilangan banyak pelanggan setia. Saya rela tidak diberi gaji Pak, kalau memang itu bisa membantu Bapak.”
Sejenak Levi memikirkan kembali solusi yang diberikan Mikasa. Tetapi, tak tega hati jika ia harus menahan gaji para karyawannya, karena itu merupakan hak mereka. Rumah makan Jepang yang kini banyak memiliki pelanggan setia akan segera gulung tikar.

“Mbak, apa menu yang paling spesial di rumah makan ini? saya ingin pesan menu itu saja.”
“Menu yang paling spesial di rumah makan ini adalah mochi ice cream. Mohon tunggu sejenak ya pak.”
“Annie, tolong buatkan satu mochi ice cream toping coklat.”
“Mochi ice cream toping coklat? Tunggu… ah,syukurlah masih ada satu porsi lagi untuk di masak. Akan ku masak secepat kilat.”

Mochi ice cream toping coklat dalam sekejap sudah lenyap dari pandangan. Sang pembeli terakhir yang beruntung dapat mencicipi menu spesial dari rumah makan yang akan gulung tikar. Pembeli tersebut bangkit dari duduknya menuju kasir, kemudian ia berlalu meninggalkan rumah makan itu tanpa sepatah kata pun.

***
Levi mengemasi barang-barang dari rumah makan yang kini tinggal di ujung tanduk. Ia berniat menjual seluruh aset rumah makan miliknya tersebut. Dengan berat hati ia melakukan perpisahan dengan para karyawannya.
“Sekali lagi kejadian ini terulang. Saya harap ini adalah yang terakhir, saya ucapkan terimakasih banyak kepada kalian semua yang selama ini berjuang bersama saya dari awal hingga akhir.”
“Pak Levi, saya harap dikemudian hari Bapak akan membuka usaha yang baru dan jauh lebih sukses lagi. Jika Bapak butuh bantuan saya, jangan segan-segan menghubungi saya.” 

“Saya setuju dengan apa yang dikatakan Mikasa. Jika Bapak butuh bantuan saya, hubungi saya. Saya akan selalu siap membantu kapan pun Bapak minta.”
Tak lama kemudian datang lah seorang pria paruh baya. Ia masuk ke dalam rumah makan milik Levi. Ternyata pria paruh baya itu adalah pembeli mochi ice cream kemarin.
“Maaf Pak, rumah makan ini mulai hari ini dan seterusnya sudah tidak beroperasi lagi.”
“Apa Bapak pemilik rumah makan ini? Boleh saya minta waktunya sebentar untuk bicara?”
“Iya Pak,benar. Saya pemilik rumah makan ini. Sebelumnya perkenalkan nama saya Levi. Apa yang ingin Bapak bicarakan?”

“Maaf saya lupa memperkenalkan diri. Nama saya Akabane. Maksud kedatangan saya kemari, saya ingin bekerjasama dengan rumah makan milik Bapak. Saya memiliki usaha minuman di Jepang dan sudah sejak lama saya mencari partner untuk bekerja sama dengan usaha minuman yang saya miliki.”
“Tetapi, rumah makan ini sudah gulung tikar.”
“Jangan khawatir Pak. Saya akan membantu usaha milik Bapak. Saya sangat tertarik dan senang sekali dengan mochi ice cream milik Bapak. Seluruh hutang Bapak akan saya tanggung. Bapak bisa mengganti uang nya setelah kerja sama ini sukses.”

***

Levi akhirnya menerima tawaran kerja sama yang diajukan oleh Akabane. Kerja sama antara usaha rumah makan Jepang dengan usaha minuman Jepang berjalan dengan lancar, bahkan rumah makan milik Levi sudah membuka cabang hingga ke luar negeri. Ia sudah banyak mempunyai pramusaji yang handal. Berkat kegigihan nya ini lah, ia akhirnya bisa meraih kesuksesan walupun mengalami jatuh bangun berulang kali.

Karya : Ida Ayu Komala Santi Dewi
SMK PGRI 1 Cibinong

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Tulis Komentar Kalian

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel